Hipertensi: Kenali Gejala, Penyebab, dan Cara Mengatasinya

Apa Itu Hipertensi?

Hipertensi, atau yang lebih dikenal dengan tekanan darah tinggi, adalah kondisi medis kronis di mana tekanan darah dalam arteri meningkat secara terus-menerus. Hipertensi biasanya tidak bergejala, namun efeknya dalam jangka panjang, hipertensi dapat menyebabkan berbagai komplikasi serius pada tubuh seperti serangan jantung, gagal jantung, stroke, gagal ginjal, kebutaan, bahkan kematian mendadak. Karena sering kali tidak menimbulkan gejala, hipertensi juga dikenal sebagai “silent killer” atau pembunuh diam-diam.

Menurut data World Health Organization (WHO), penderita hipertensi sekitar 1 miliar jiwa, sedangkan di Indonesia diperkirakan sekitar 70 juta jiwa (sekitar 1/3 penduduk Indonesia). Hipertensi adalah salah satu penyebab utama kematian dini di dunia, termasuk di Indonesia. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk memahami apa itu hipertensi, gejalanya, penyebabnya, dan bagaimana cara mencegah serta mengatasinya.


Tekanan Darah Normal vs Hipertensi

Tekanan darah diukur dengan dua angka dengan alat tensi, misalnya 120/80 mmHg. Angka pertama 120 (sistolik) menunjukkan tekanan ketika jantung memompa darah ke seluruh tubuh. Angka kedua 80 (diastolik) menunjukkan tekanan saat jantung sedang beristirahat di antara dua detakan.

Berikut adalah kategori tekanan darah menurut Kementerian Kesehatan RI dan American Heart Association (AHA):

KategoriTekanan Sistolik (mmHg)Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal<129< 85
Pra-hipertensi130–13985-89
Hipertensi Tahap 1140–15990–99
Hipertensi Tahap 2≥ 160≥ 100
Hipertensi Krisis (Darurat)≥ 180≥ 120

Gejala Hipertensi yang Perlu Diwaspadai

Sebagian besar penderita hipertensi tidak merasakan gejala apa pun, bahkan saat tekanan darahnya sangat tinggi. Namun, pada beberapa kasus, gejala berikut bisa muncul:

  • Sakit kepala hebat, karena tekanan di otak tinggi
  • Pusing atau rasa melayang
  • Penglihatan kabur, karena pembuluh darah mata pecah
  • Nyeri dada, karena jantung bekerja sangat keras
  • Sesak napas, karena darah susah masuk ke pembuluh darah paru
  • Mimisan, karena pembuluh darah pecah
  • Kelelahan atau kebingungan
  • Detak jantung tidak teratur
  • Stroke perdarahan, pecahnya pembuluh darah otak

Gejala - gejala diatas jika disertai tekanan darah sangat tinggi (Sistolik ≥ 180) merupakan suatu hipertensi emergensi dan dapat menyebabkan kecacatan bahkan kematian. Jika mengalami gejala diatas maka harus segera pergi ke IGD rumah sakit untuk mencari pertolongan pertama.

Pelajari gejala, penyebab, dan cara mengatasi hipertensi atau tekanan darah tinggi. Kenali bahayanya dan temukan tips gaya hidup sehat untuk mencegah komplikasi serius.
serangan jantung komplikasi hipertensi

Penyebab dan Faktor Risiko Hipertensi

Hipertensi dibagi menjadi dua jenis, yaitu hipertensi primer (esensial) dan hipertensi sekunder.

1. Hipertensi Primer

Merupakan jenis yang paling umum (90–95% kasus), dan tidak diketahui penyebab spesifiknya. Namun, ada beberapa faktor risiko yang berperan:

  • Usia: Risiko meningkat seiring bertambahnya usia. Dihubungkan dengan pembuluh darah yang semakin kaku.
  • Genetik: Riwayat keluarga dengan hipertensi.
  • Obesitas: Berat badan berlebih menyebabkan jantung bekerja lebih keras untuk memompa darah ke seluruh tubuh sehingga tekanan darah meningkat.
  • Gaya hidup tidak sehat: Kurang olahraga, pola makan tinggi garam dan lemak jenuh (kolesterol).
  • Kebiasaan merokok dan konsumsi alkohol, dua zat ini merusak pembuluh darah.
  • Stres kronis, jika kita stres kita akan memproduksi kortisol yang akan menaikkan tensi.

2. Hipertensi Sekunder

Disebabkan oleh kondisi medis lain, seperti:

  • Penyakit ginjal kronis, ginjal yang rusak akan membuat pembuluh darah menyempit
  • Gangguan tiroid seperti hipertiroid
  • Sleep apnea
  • Penggunaan obat tertentu seperti steroid, kontrasepsi oral, atau dekongestan
  • Tumor adrenal (kelenjar diatas ginjal)

Diagnosis Hipertensi

Hipertensi didiagnosis dari kenaikan tekanan darah lebih dari satu kali pada pengukuran tekanan darah dalam selang waktu tertentu. Selain itu biasanya, dokter akan:

  1. Melakukan pengukuran berulang dalam beberapa waktu berbeda, misal saat ini tekanan darah 141/91 namun saat 1 minggu diukur kembali menjadi 120/80 tanpa obat maka kondisi ini bukan hipertensi.
  2. Menganalisis riwayat kesehatan pasien, jika ada riwayat kerusakan ginjal atau riwayat medis lain yang mendukung maka bisa dikatakan hipertensi.
  3. Melakukan pemeriksaan penunjang, seperti:
    • Tes darah (fungsi ginjal, kolesterol)
    • Elektrokardiogram (EKG)
    • Urinalisis
    • Pemeriksaan funduskopi (mata)

Biasanya diagnosis ditegakkan jika tekanan darah lebih dari 140/90 dalam 2 kali pengukuran selang waktu berbeda, atau tekanan darah sangat tinggi diikuti oleh tanda kerusakan karena hipertensi.

Bagi orang dewasa sehat diatas 18 tahun, disarankan untuk memeriksa tekanan darah minimal satu kali setahun. Bagi orang dewasa sehat diatas 50 tahun dapat lebih sering diperiksa menjadi satu kali tiap enam bulan. Bagi yang memiliki faktor risiko atau sudah terdiagnosis hipertensi, pemeriksaan harus lebih sering minimal satu kali tiap tiga bulan.


Komplikasi Hipertensi Jika Tidak Diobati

Hipertensi yang tidak terkontrol dapat merusak organ vital secara perlahan-lahan, seperti:

  • Jantung: Menyebabkan serangan jantung, gagal jantung, atau pembesaran jantung.
  • Otak: Meningkatkan risiko stroke dan demensia vaskular.
  • Ginjal: Menyebabkan gagal ginjal kronis, bisa menjadi cuci darah rutin.
  • Mata: Retinopati hipertensi, bahkan kebutaan karena pecahnya pembuluh darah mata.
  • Pembuluh darah: Aneurisma dan penyakit arteri perifer.

Cara Mengatasi dan Mengendalikan Hipertensi

1. Perubahan Gaya Hidup Sehat

Modifikasi gaya hidup alias perubahan gaya hidup adalah langkah pertama dan utama dalam mengontrol tekanan darah, bahkan sebelum penggunaan obat-obatan:

  • Kurangi asupan garam: Maksimal 5 gram/hari (sekitar 1 sendok teh).
  • Tingkatkan konsumsi buah dan sayur: Kaya akan kalium dan serat yang baik bagi tubuh. Tidka boleh untuk penderita gagal ginjal kronik.
  • Hindari makanan olahan dan tinggi lemak trans. Karena dapat menyebabkan pembuntuan pembuluh darah.
  • Rutin berolahraga: Minimal 30 menit sehari, 5 hari seminggu atau 150 menit dalam seminggu. Olahraga paling mudah adalah jalan kaki cepat.
  • Berhenti merokok dan kurangi alkohol. Merokok dan alkohol dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah.
  • Kelola stres: Dengan teknik relaksasi, meditasi, atau hobi.
  • Turunkan berat badan bila obesitas: Bahkan penurunan 5–10% berat badan bisa berdampak besar.

2. Pengobatan dengan Obat-Obatan

Jika perubahan gaya hidup tidak cukup, dokter akan meresepkan obat antihipertensi. Jenis obat tergantung kondisi pasien, tetapi beberapa yang umum digunakan antara lain:

  • Diuretik (contoh: hidroklorotiazid)
  • ACE inhibitor (contoh: lisinopril)
  • ARB (contoh: losartan)
  • Beta-blocker (contoh: bisoprolol)
  • Calcium channel blocker (contoh: amlodipin)

Obat harus diminum sesuai resep dan tidak boleh dihentikan tanpa konsultasi dokter, walau tekanan darah sudah normal. Karena jika berhenti maka tekanan darah menjadi naik kembali.


Apakah Hipertensi Bisa Sembuh?

Hipertensi sayangnya untuk saat ini belum bisa disembuhkan, tapi dapat dikontrol secara efektif. Banyak pasien yang berhasil menjaga tekanan darahnya tetap stabil dengan kombinasi gaya hidup sehat dan pengobatan sehingga pasien tidak jatuh ke komplikasi hipertensi.

Yang terpenting adalah konsistensi. Jangan menunggu munculnya gejala baru bertindak. Pencegahan dan deteksi dini adalah kunci keberhasilan penanganan hipertensi. Mencegah komplikasi lebih baik daripada mengobati komplikasi.


Tips Mencegah Hipertensi Sejak Dini

  • Biasakan pola makan sehat sejak muda.
  • Kurangi konsumsi makanan instan, gorengan, dan minuman manis.
  • Lakukan aktivitas fisik secara teratur.
  • Rutin periksa tekanan darah, terutama jika ada riwayat keluarga hipertensi.
  • Edukasi diri dan keluarga tentang pentingnya menjaga kesehatan jantung dan pembuluh darah.

Pertanyaan Umum (FAQ)

1. Apakah hipertensi bisa menyerang usia muda?

Ya, hipertensi bisa terjadi pada usia muda, terutama jika ada gaya hidup tidak sehat, obesitas, atau faktor genetik. Saat ini penderita hipertensi sudah bergeser ke usia muda.

2. Apakah hipertensi selalu butuh obat?

Tidak selalu. Pada tahap awal, banyak kasus hipertensi bisa dikendalikan dengan perubahan gaya hidup. Namun, bila tekanan darah tetap tinggi, obat akan diperlukan.

3. Bolehkah penderita hipertensi minum kopi?

Dalam jumlah sedang (1–2 cangkir per hari), kopi masih bisa dikonsumsi oleh sebagian penderita hipertensi. Lebih baik konsumsi kopi tanpa gula tambahan (Kopi hitam). Namun, sensitivitas tiap individu berbeda. Jika setelah minum kopi tubuh terasa berdebar maka sebaiknya dihentikan.

4. Apa tekanan darah ideal untuk orang tua?

Pada lansia, target tekanan darah yang ideal bisa sedikit lebih tinggi dibanding usia muda. Namun secara umum, di bawah 130/80 mmHg adalah target yang baik, sesuai toleransi tubuh.


Kesimpulan

Hipertensi adalah penyakit yang sangat umum, namun sering kali diabaikan karena gejalanya tidak terasa. Padahal, jika tidak ditangani dengan baik, hipertensi dapat menyebabkan komplikasi serius yang mengancam jiwa. Kunci utama adalah deteksi dini, perubahan gaya hidup sehat, dan pengobatan teratur bila diperlukan.

Jangan menunggu gejala muncul. Cek tekanan darah secara berkala dan jadikan pola hidup sehat sebagai bagian dari rutinitas sehari-hari. Karena mencegah selalu lebih baik daripada mengobati.


Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *